Selasa, 12 Agustus 2014

SAKSI PALSU SENGKETA PILPRES


Oleh : Beniharmoni Harefa

Suasana sidang di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jumat 8 Agustus yang lalu, "…ada tiga keberatan yang ingin saya sampaikan terkait rekapitulasi perolehan suara pemilu presiden di KPUD Jepara……" kata Bendot salah seorang saksi dalam persidangan di MK. Keberatan pertama, terkait dengan laporan relawan Prabowo-Hatta tentang pembagian mi instan dan uang sebesar Rp 5.000 untuk menggiring warga memilih Joko Widodo-Jusuf Kalla. Hakim: "Apa anda tahu siapa yang bagi-bagi mi instan? Kapan dibaginya? di mana pembagiannya?" Bendot : "Enggak tahu. Saya cuma dapat laporan dari tim relawan”. (Kompas.com, 8/8/2014).

Jumat, 08 Agustus 2014

AQJ dan Peradilan Pidana Anak


Oleh : Putri Kusuma Amanda 
(Pusat Kajian Perlindungan Anak FISIP UI)

Di tengah hiruk-pikuk berita mengenai pemilihan presiden dan mudik, satu isu penting tampaknya luput dari pemberitaan. Isu itu mengenai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) yang harus sudah efektif diterapkan pada Agustus 2014. Ia semakin penting setelah sebuah putusan yang tak kalah hangatnya atas perkara AQJ. Sayangnya lagi, berita itu tenggelam oleh dinamika politik di sini.

Kamis, 07 Agustus 2014

MEMBUKTIKAN KECURANGAN PILPRES


Oleh : Eddy OS Hiariej
(Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum UGM)

Tiga hari pasca pengumuman Komisi Pemilihan Umum yang menetapkan dan mengesahkan pasangan Joko Widodo-M Jusuf Kalla sebagai presiden-wakil presiden terpilih 2014-2019, pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-M Hatta Rajasa mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.