Jumat, 20 Februari 2015

MENYANDERA DENGAN STATUS TERSANGKA



Oleh : Eddy OS Hiariej
(Guru Besar Hukum Pidana UGM Yogyakarta)

DALAM perkara-perkara pidana, bukti-bukti harus lebih terang dari pada cahaya. Adagium ini mengandung makna bahwa membuktikan seseorang pelaku tindak pidana tidaklah hanya berdasarkan persangkaan semata-mata, tetapi juga bukti-bukti yang ada harus jelas, terang, akurat, dan tidak terbantahkan.

Penetapan seseorang sebagai tersangka, berikut penangkapan dan penahanan dalam perkara pidana, berkorelasi positif dengan pembuktian. Pasal 1 butir 14 KUHAP menyatakan bahwa tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keada- annya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

IMUNITAS DALAM HUKUM PIDANA



Oleh : Eddy OS Hiariej
(Guru Besar Hukum Pidana UGM Yogyakarta)

Harian Kompas menerbitkan artikel tiga kolega saya: Denny Indrayana, "Urgensi Perppu Perlindungan KPK" (3/2); Amzulian Rifai, "Imunitas Terbatas" (4/2); dan Zainal Arifin Mochtar, "Berdiri Bersama Memberantas Korupsi" (11/2).

Intisari tulisan Denny dan Amzulian pada dasarnya sama: perlu memberi imunitas kepada pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi selama menjabat dan menjalankan tugas. Amzulian bahkan mengusulkan tidak hanya pemimpin KPK yang diberi imunitas, tetapi juga Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, dan Kepala Polri.

Zainal berpendapat, perlu adanya perlindungan terhadap KPK dalam melaksanakan tugas tanpa menyebutkan imunitas kepada pemimpinnya dengan merujuk pada United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Saya cenderung sependapat dengan Zainal, tetapi perlu dijelaskan lebih lanjut perihal perlindungan terhadap lembaga pemberantasan korupsi sebagaimana dimaksud UNCAC.