Selasa, 28 November 2017

Empat Isu Penting Merespons Pandangan Prof Eddy OS Hiariej



Oleh : Romli Atmasasmita
(Guru Besar Emeritus FH Unpad Bandung)

Pada awal artikel ini, penulis mengapresiasi kesediaan redaksi KORAN SINDO untuk memuat secara berturut-turut pendapat saya dan Prof Eddy OS Hiariej sekitar operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Penyadapan dan Analogi.

Senin, 27 November 2017

INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL DAN NASIONAL DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

(sumber gambar : mykxlg.com)
Oleh : Beniharmoni Harefa

Sistem Peradilan Pidana Anak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 di Indonesia telah memberi banyak terobosan baru. Khususnya mengenai pengaturan DIVERSI dan RESTORATIF JUSTICE.

Rabu, 22 November 2017

PROSES HUKUM KETUA DPR



Oleh : Eddy OS Hiariej
(Guru Besar Hukum Pidana UGM Yogyakarta)

Ketua DPR Setya Novanto yang juga Ketua Umum Partai Golkar kembali ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan KTP elektronik. Sebelumnya, penetapan Novanto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dibatalkan lewat putusan praperadilan PN Jakarta Selatan. Kali ini bahkan Novanto ditahan karena beberapa kali mangkir atas panggilan KPK, baik dalam kapasitasnya sebagai saksi maupun sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Jumat, 17 November 2017

Membangun Karakter Hukum yang Efesien, Bermanfaat & Menyejahterakan



Oleh : Romli Atmasasmita
(Guru Besar Emeritus FH Universitas Padjajaran Bandung)

Seorang Minah telah men­cu­­ri tiga buah kakao di sua­­tu tempat di Jawa Te­ngah dipastikan ancaman h­u­ku­m­an maksimal 5 tahun (Pasal 362) dan semua unsur tindak pi­dana pencurian dipenuhi. Di te­m­pat lain, A pemegang saham ma­yoritas melaporkan B pe­me­gang saham minoritas dengan pe­malsuan surat (Pasal 263 dan Pa­sal 266 KUHP). Kemudian j­u­ga ada seorang anak telah m­e­nun­t­­ut kerugian kepada ibunya de­­ngan tuntutan sebesar Rp1 mi­­liar karena ibu lalai m­­e­nye­le­saikan masalah warisan. Selain ­itu, ada perkara perceraian an­ta­ra suami dan istri sampai pada tingk­at kasasi di MA.

Jumat, 13 Oktober 2017

MEMAHAMI ANALOGI DAN IHWAL OTT KPK



Oleh : Eddy OS Hiariej
(Guru Besar Hukum Pidana FH UGM Yogyakarta)

Sebelum menanggapi artikel Prof Romli Atmasasmita di harian ini, Rabu 11 Oktober 2017, pertama-tama saya perlu menyampaikan apresiasi kepada KORAN SINDO yang memberi tempat perdebatan akademik yang sehat antara Prof Romli dan saya.

ANALOGI, OTT DAN FUNGSI KPK


Oleh : Romli Atmasasmita
(Guru Besar Emeritus FH UNPAD Bandung)

Artikel Prof Edward OS Hiariej (Prof Eddy) sebagai respons artikel saya di KORAN SINDO 5 Oktober 2017 mencantumkan empat variabel. Pertama, tertangkap tangan dibedakan dengan penjebakan. Kedua, percobaan dalam konteks hasil dari OTT. Ketiga, analogi merupakan cara yang bersangkutan membaca peristiwa hasil OTT. Keempat, dengan percobaan sebagaimana diatur dalam Pasal 53 KUHP.

Tertangkap Tangan, Percobaan, Penjebakan, dan Analogi


Oleh : Eddy OS Hiariej
(Guru Besar Hukum Pidana FH UGM Yogyakarta)

Hari ini pada 5 Oktober 2017 menerbitkan artikel Prof Romli Atmasamita dengan judul “Apakah OTT KPK Legal atau Ilegal“ sebagai tanggapan atas artikel saya sehari sebelumnya dengan judul “Legalitas OTT KPK“. Tulisan berikut ini membahas empat isu yang diperdebatkan antara Prof Romli dan saya.

Kamis, 05 Oktober 2017

APAKAH OTT KPK LEGAL ATAU ILEGAL ?


Oleh : Romli Atmasasmita
(Guru Besar Emeritus FH Unpad)

Kemarin artikel Prof Edward Hiariej dari Universitas Gadjah Mada yang berjudul ”Legalitas OTT KPK” diterbitkan oleh harian ini menanggapi artikel saya dengan judul ”OTT KPK ” yang diterbitkan harian ini Senin, 2 Oktober 2017.

LEGALITAS OTT KPK




Oleh : Eddy OS Hiariej

(Guru Besar Hukum Pidana FH UGM Yogyakarta)


Artikel saya di surat kabar KOMPAS, 29 September 2017, dengan judul ”Memaknai Tertangkap Tangan" ditanggapi oleh Prof Romli Atmasasmita di KORAN SINDO, Selasa 3 Oktober 2017, dengan judul "OTT KPK". Dalam memberikan nuansa akademis kepada para pembaca, kiranya saya perlu menanggapi artikel Prof Romli di harian ini sehingga perdebatan tersebut menjadi seimbang. Kalaupun terdapat perbedaan pendapat, maka hal itu adalah sunnatullah dalam memperkaya wacana pembaca di dunia akademik. Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Prof Romli, ada beberapa hal yang perlu saya tanggapi.

OTT KPK



Oleh : Romli Atmasasmita 

(Guru Besar Emeritus FH Unpad)

Operasi tangkap tangan yang populer dikenal dengan OTT oleh KPK telah ditempatkan sebagai posisi strategis bagi KPK dalam banyak kasus yang melibatkan pejabat tinggi/penyelenggara negara selama kurun waktu 2015-2017.

Kamis, 28 September 2017

MEMAKNAI TERTANGKAP TANGAN



Oleh : Eddy OS Hiariej
(Guru Besar Hukum Pidana FH UGM)

"In criminalibus probantiones bedent esse luce clariores"
(dalam perkara-perkara pidana, bukti-bukti harus lebih terang daripada cahaya).

Jumat, 04 Agustus 2017

PEMIDANAAN KORPORASI



Oleh : SUTAN REMY SJAHDEINI
(Guru Besar Hukum Bisnis -Pidana dan Perdata)

Secara tradisional, hukum pidana hanya mengakui manusia sebagai subyek hukum pidana atau pelaku tindak pidana. Namun, mengingat banyak sekali perusahaan yang melakukan berbagai kegiatan usaha yang merugikan masyarakat dengan cara-cara melanggar hukum, mulai dipermasalahkan oleh masyarakat dan pakar hukum pidana: apakah perusahaan yang kegiatan usahanya sangat merugikan masyarakat tidak harus memikul beban pertanggungjawaban pidana? Apakah hanya pengurusnya yang dapat dan harus dipidana?

PERPPU ORMAS, KEDAULATAN NEGARA, DAN PERLINDUNGAN HAM



Oleh : INDRIYANTO SENO ADJI 
(Guru Besar Hukum Pidana; Pengajar Program Pascasarjana Studi Ilmu Hukum UI)

Pada Rabu, 19 Juli 2017, pemerintah secara resmi membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia.

DARURAT PERKAWINAN ANAK



Oleh : RETNO LISTYARTI 
(Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia dan Komisioner KPAI Terpilih Periode 2017-2022

Setiap hari lebih dari 41.000 perempuan menikah di bawah usia 18 tahun. Kemiskinan, ketimpangan jender, ketiadaan akses pendidikan berkualitas, layanan kesehatan reproduksi yang terbatas, dan peluang kerja yang terbatas mengekalkan praktik pernikahan dini dan kelahiran bayi dari perempuan di bawah 18 tahun. Perkawinan anak di Indonesia, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), berada di peringkat ketujuh di dunia untuk kategori angka absolut perkawinan usia anak tertinggi yang menanggung beban perkawinan usia anak.

Jumat, 21 Juli 2017

DIVERSI MENJADI ALTERNATIF, MENGHINDARI SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK FORMAL



Oleh : Beniharmoni Harefa

Lanjutan artikel Kelemahan Sistem Peradilan Pidana Anak Formal.

Dalam artikel sebelumnya, disampaikan bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak Formal memiliki kelemahan. Setidaknya ada tiga kelemahan, yaitu : pertama, sulit mengontrol. Kedua, tidak mewakili kepentingan korban secara langsung. Ketiga, belum tentu memperbaiki pelaku.

SEKOLAH RAMAH ANAK



Oleh : Tuti Budirahayu
(Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga)

Menyambut tahun ajaran baru yang jatuh pada pertengahan Juli 2017 ini, pemerintah kembali menyosialisasikan gerakan sekolah ramah anak. Sebelum libur Lebaran, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengajak pemerintah daerah untuk menjadikan sekolah sebagai rumah kedua bagi siswa (Kompas, 28/6).

"Obstruction of Justice" dan Hak Angket DPR



Oleh : Eddy OS Hiariej
(Guru Besar Hukum Pidana UGM Yogyakarta)

Hak angket DPR terhadap KPK yang sedang bergulir menimbulkan kontroversi secara diametral di kalangan ahli hukum bidang kenegaraan terkait keabsahan hak tersebut.

Rabu, 31 Mei 2017

DPR Versus KPK



Oleh : Eddy OS Hiariej
(Guru Besar UGM Yogyakarta)

Dalam satu bulan terakhir ini, masyarakat dipertontonkan dengan sikap ugal-ugalan anggota DPR yang melakukan perlawanan terbuka terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi yang tengah memproses kasus korupsi pengadaan KTP-el. Bak bola salju, kasus korupsi KTP-el menendang ke segala penjuru dan mengena sejumlah anggota DPR, lengkap dari semua fraksi tanpa terkecuali.

Paling tidak ada dua sikap DPR yang memperlihatkan perlawanan terbuka terhadap KPK.

TEMBOK BIRU YANG DIAM





Oleh : Eddy OS Hiariej
(Guru Besar Hukum Pidana UGM Yogyakarta)

Tembok biru yang diam adalah terjemahan dari the blue of silence. Inilah salah satu kultur polisi yang berlaku universal untuk tidak melaporkan tindakan buruk teman sejawat petugas polisi.
Dalam beberapa literatur, kultur itu sering pula ditulis sebagai the blue wall (tembok biru), the blue curtain (gorden biru), atau the code of silence (kode diam) yang disingkat ”kode”.

Rabu, 10 Mei 2017

DARURAT KEKERASAN SEKSUAL PADA PEREMPUAN


Oleh : SRI WIYANTI EDDYONO
(Dosen Departemen Hukum Pidana FH UGM Yogyakarta, Dengan Spesialisasi Hukum Perempuan dan Anak, Viktimologi, dan Hukum Hak Asasi Manusia)

Sungguh mengejutkan. Badan Statistik Indonesia melaporkan sekitar 28 juta perempuan Indonesia pernah mengalami kekerasan (Kompas, 31/10/2016). Coba bandingkan dengan data Komisi Nasional Anti-kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Disebutkan bahwa 245.548 kasus kekerasan terhadap perempuan dilaporkan ke 820 instansi penegak hukum dan lembaga layanan korban 2016.

Selasa, 11 April 2017

KELEMAHAN SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK FORMAL


Oleh : Beniharmoni Harefa

Sudah banyak artikel yang menulis, terkait perlunya perlindungan bagi anak yang ditempatkan dalam sistem peradilan pidana formal. Mengapa? karena banyak dampak buruk, saat anak ditempatkan dalam sistem peradilan pidana formal. Baik dampak psikologis, fisik, dan sosial.

Dampak buruk itu terjadi, tatkala sistem peradilan pidana formal memiliki kelemahan. Adapun kelemahan-kelemahan sistem peradilan pidana anak formal, menurut saya, yakni :

Senin, 10 April 2017

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA ANAK BERBASIS RESTORATIVE JUSTICE

(sumber gambar : kresge.ucsc.edu)

Oleh : Beniharmoni Harefa

Restorative justice memiliki akar-akarnya yang kuat hampir di semua kebudayaan-kebudayaan utama dunia, dari Arab kuno, peradaban Yunani dan Romawi, peradaban Hindu di India, tradisi-tradisi Buddhis, Tao dan Konfusian (John Braithwaite, Restorative Justice : Assesing Optimistic and Pessimistic Account)

Senin, 27 Maret 2017

JUSTICE COLLABORATOR


Oleh : EDWIN PARTOGI 
(Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK))

Pada kasus megakorupsi KTP elektronik yang diduga melibatkan pihak Kementerian Dalam Negeri, pengusaha, dan sejumlah anggota DPR, telah ditetapkan dua terdakwa, Irman dan Sugiharto. Keduamantan petinggi Kementerian Dalam Negeri itu telah mengajukan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadi justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama.

MEMBANGUN PENDIDIKAN ALA FINLANDIA



Oleh : MARTHUNIS 
(Guru Sekolah Sukma Bangsa Pidie, Aceh;
Kandidat Master in Teacher Education, University of Tampere, Finlandia)



Pada saat Finlandia meraih kemerdekaan pada 1917, negara ini merupakan salah satu negara di Eropa yang terbelakang secara perekonomiannya. Kini setelah tepat 100 tahun usia kemerdekaan, negara dengan populasi penduduk sekitar 5,5 juta jiwa ini telah menjelma menjadi salah satu negara terkaya di Eropa bahkan di dunia.

ANAK SEBAGAI KORBAN DAN PELAKU PEDOFILIA



Oleh : BAGONG SUYANTO
(Dosen dan Peneliti Masalah Sosial Anak
di Departemen Sosiologi FISIP Universitas Airlangga)


PASCA terkuak jaringan online komunitas pedofil Official Loli Candy’s Group, kini aparat kepolisian tidak hanya sibuk membekuk siapa saja yang menjadi pelaku, tetapi juga berusaha mencari anak-anak yang menjadi korban tindak kekerasan seksual para pedofil.

MEMERANGI PORNOGRAFI ANAK



Oleh : SUSANTO
(Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), 
Alumnus Program Doktor Universitas Negeri Jakarta)

Kejahatan pornografi anak-anak semakin marak. Fakta dan kejadian terus bermunculan dengan berbagai pola dan modus.

Kasus terbaru: Polda Metro Jaya menangkap empat tersangka pelaku pornografi anak-anak via Facebook jaringan internasional. Selain menampilkan konten pornografi, dua tersangka—MBU (27) alias Wawan alias Snorlax dan DF alias T-Day (17)—melakukan kekerasan seks terhadap sejumlah korbannya. Di antara korban itu, beberapa masih merupakan keluarga kedua tersangka.

BUDAYA HUKUM PELAKU KORUPSI



Oleh : TB RONNY RACHMAN NITIBASKARA
(Ketua Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional Sekolah Strategi dan Global 
Pascasarjana Universitas Indonesia)

Korupsi adalah permasalahan setiap negara. Tindak pidana korupsi berdampak merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itulah, lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan United Nations Convention Against Corruption 2003 yang wajib diratifikasi setiap negara.