Jumat, 26 Maret 2021

KESESATAN FAKTA (ERROR IN FACTI) TIDAK DAPAT DIMINTAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA




Pendapat Hukum Dr. Beniharmoni Harefa, SH, LL.M.
Disampaikan pada saat memberikan Keterangan Ahli Pidana
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
22 Maret 2021
Perkara : Pasal 188 KUHP

Salah satu dari tiga hal pokok dalam hukum pidana adalah pertanggungjawaban pidana. Elemen penting dalam pertanggungjawaban pidana adalah kesalahan (schuld). Kesalahan dapat berupa kesengajaan dan kelalaian. Kesengajaan memiliki dua syarat yaitu mengetahui dan menghendaki sedangkan syarat kelalaian (culpa) adalah kurang penghati-hatian dan kurang penduga-dugaan. Kurang penduga-dugaan dalam kealpaan/ kelalaian melahirkan dua bentuk kealpaan yaitu: bewuste culpa atau kealpaan yang disadari dan onbewuste culpa atau kealpaan yang tidak disadari.

Kealpaan yang tidak disadari/ negligentia adalah pelaku sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya. Pelaku tidak mempunyai pemikiran sama sekali kemungkinan akibat yang timbul dari perbuatan yang dilakukan. Pelaku tidak tahu, tidak berpikir lebih panjang, atau tidak bijaksana. Contoh, yang dikemukakan Moeljatno (Moeljatno, 2002:202) seorang mengendarai sepeda motor dengan perlahan-lahan di jalan yang sepi karena orang tersebut belum mahir. Tiba-tiba, orang tersebut dikejar-kejar oleh anjing sehingga menabrak seseorang. Kealpaan ini juga bisa disebut culpa levis atau kealpaan ringan. Sehingga hal apa yang harus ada dalam diri pelaku yaitu pelaku tidak tahu, tidak berpikir lebih panjang atau tidak bijaksana, namun dari kealpaan itu terjadi/ timbul akibat.

Dalam hukum pidana dikenal asas: Regula est, juris quidem ignorantiam cuique nocere, facti vero ignorantiam non nocere (Kelalaian terhadap fakta masih bisa membebaskan seseorang dari hukuman, tetapi tidak demikian dengan kelalaian hukum). Kelalaian terhadap fakta ini biasa disebut kesesatan fakta (feitelijke dwaling). Contoh: seseorang menggunakan surat untuk suatu keperluan, tetapi dia tidak mengetahui bahwa isi surat tersebut tidak sesuai dengan faktanya. Orang ini tidak dapat dipidana karena menggunakan surat palsu Pasal 263 ayat (2) KUHP, karena dia tidak mengetahui bahwa surat tersebut adalah palsu. Pada prinsipnya kealpaan dan kesengajaan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, namun demikian apabila terjadi kesesatan fakta atau kelalaian terhadap fakta, itu tidak dapat mintai pertanggungjawaban dipidana.

Dikaitkan dengan ajaran kausalitas dan kealpaan, contoh rumusan kelalaian seperti pada pasal 188 KUHP Barangsiapa menyebabkan karena kesalahannya kebakaran peletusan atau banjir, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selamanya satu tahun atau denda sebanyaknya Rp4.500, jika terjadi bahaya umum untuk barang karena hal itu, jika terjadi bahaya kepada maut orang lain, atau jika hal ini berakibat matinya orang.

Frasa “karena kesalahannya” merujuk pada tidak dengan sengaja/ kelalaian/ kulpa. Yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah siapa yang menyebabkan. Bagaimana mencari hal itu, maka dilihat sebab yang paling memungkinkan. Dicari syarat manakah yang paling utama (teori individualisir Brickmayer). Hanya ada satu syarat sebagai musabab timbulnya akibat. Setelah musabab itu diketahui maka dicari siapa yang paling memungkinkan memiliki kesalahan (kelalaian) atas itu, namun perlu dibuktikan bahwa yang terjadi bukan kelalaian fakta. Karena kalau kelalaian fakta (feitelijke dwaling) pelaku tidak bisa diminta pertanggungjawaban.

Actori in cumbit probatio/Actori incumbit onus probandi/Actore non probante, reus absolvitur (siapa yang menggugat/mendalilkan dia pula yang harus membuktikan, apabila tidak terbukti, terdakwa harus dibebaskan). Hal ini ditegaskan Pasal 66 KUHAP tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. Asas legalitas dikemukakan pertama oleh Paul Johan Anslem von Feuerbach. Terdiri dari tiga frase Noela Poena Sine Lege (tidak ada pidana tanpa undang-undang); Noela Poena Sine Crimine (tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana); nullum crimen sine Poena Sine Legali (tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang). Makna yang terkandung lex praevia (ketentuan pidana tidak boleh berlaku surut), Lex certa (undang-undang dirumuskan terperinci dan cermat), lex stricta (tidak boleh ditafsirkan lain, selain maksud dari undang-undang), lex scripta (undang-undang harus tertulis).

Kealpaan yang tidak disadari/ negligentia adalah pelaku sama sekali tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya. Pelaku tidak mempunyai pemikiran sama sekali kemungkinan akibat yang timbul.

Kesalahan : kesengajaan dan kelalaian. Pelaku harus dibuktikan bahwa benar telah melakukan tindak pidana dan memiliki kesalahan serta dapat dimintai pertanggungjawaban utk dijatuhkan sanksi pidana. Karena pembuktian dalam hukum pidana adalah hal yang sangat penting. In criminalibus, probationes bedent esse luce clariores (Dalam perkara pidana, bukti harus lebih terang dari pada cahaya). Lebih baik membebaskan 10 (sepuluh) orang bersalah daripada menghukum 1 (satu) orang tidak bersalah.

Apabila terjadi kesesatan fakta (error in facti) yang menimbulkan keragu-raguan dari hakim, maka sebaiknya terdakwa dibebaskan berdasarkan asas in dubio pro reo (jika timbul keragu-raguan, maka diambil putusan yang menguntungkan terdakwa).

0 komentar:

Posting Komentar