Selasa, 12 April 2016

KEADILAN APA YANG ADIL UNTUK AKIL ?

Keadilan Apa Yang Adil Untuk Akil? -Harian Sinar Indonesia Baru SIB/ 24 Okt 2013

Oleh : Beniharmoni Harefa

Sudah lebih 2 pekan, pemberitaan tentang Akil Mochtar mewarnai media massa tanah air. Betapa tidak sang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, sulit menghindar dan berkata “tidak” pasca operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dirinya. Bukan hanya korupsi yang dijerat kepada mantan “sang negarawan”, dugaan kepemilikan narkoba yang ditemukan di dalam ruangannya juga masih menjadi pembicaraan hangat khalayak. Kendati hasil pemeriksaan Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan Akil negatif mengkonsumsi narkotika, namun kiranya keberadaan barang terlarang itu di dalam ruangan Ketua MK dapat dijelaskan.



Dalam suatu diskusi di sebuah stasiun tv swasta, mantan Ketua MK lainnya, Jimly Asshiddiqie mengatakan “dengan melihat kejahatan yang dilakukan Akil, maka sudah sewajarnya akil diadili dengan pidana mati saja. Atas kasus korupsinya di pidana mati, setelah mati dia dibunuh lagi atas
kasus kepemilikan narkotik dan obat terlarang.” Kira-kira demikian inti yang disampaikan Jimly, yang sedikit menggelitik, masa orang sudah mati dibunuh lagi.

Dapat dipahami makna yang terkandung dalam ucapan Jimly, bahwa atas perbuatannya Akil Mochtar harus diadili dengan hukuman yang seberat-beratnya. Mengingat Akil adalah Ketua aktif dari sebuah lembaga yang konon katanya sebagai penjaga konstitusi (the guardian of constitution) di negara ini. Sebagai ketua MK seharusnya akil menjadi pedoman, bukan malah menjadi bagian dari mafia peradilan itu sendiri.

Aturan ttg Pidana Mati dalam UU Korupsi
Menurut hemat penulis, jika saat ini dilakukan survey dengan pertanyaan : hukuman apa yang pantas atau adil diterima oleh seorang Akil Mochtar atas kejahatan korupsi dan penyalahgunaan narkotika yang dilakukannya ? lebih dari setengah masyarakat di negara ini pasti setuju dengan Jimly. “Hukum Mati Saja !! ”. Mengingat korupsi sudah menjadi musuh bersama di saat ini. Bahkan akibat dari perbuatan korupsi yang dilakukan, membuat rakyat menjadi sengsara. Kemiskinan dan pengangguran merajalela, sebagai dampak dari perbuatan korupsi para petinggi di negeri ini. Oleh karena itu, jika ditanyakan keadilan (baca: putusan) apa yang adil untuk akil ? maka tidak berlebihan jika menjawab : Pidana Mati.

Lalu bagaimana dengan aturan hukum, terlepas dari apa yang akan dijatuhkan terhadap Akil nantinya, namun jika melihat Undang-Undang No.31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) mengatur tentang pidana mati. Apakah pelaku korupsi dimungkinkan untuk dipidana mati ?

Di dalam UUPTPK sebenarnya diatur mengenai pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi, lihat pasal 2 ayat (2) UUPTPK mengatur tentang : “dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan”. Lebih lanjut dalam penjelasan pasal 2 ayat (2) disebutkan, “Yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana - dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

Artinya bahwa pelaku tindak pidana korupsi memang dapat diancam dengan pidana mati, namun dengan ketentuan korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu (keadaan tertentu sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan pasal 2 ayat (2) UUPTPK).

Jika dikaitkan dengan kasusnya Akil Mochtar, maka tentunya tidak mungkin untuk menerapkan pasal 2 ayat (2) ini terhadap Akil dikarenakan akan terbentur pada unsur keadaan tertentu sebagai mana yang dimaksud oleh UUPTPK. Kasus yang menimpa akil, tentunya tidak termasuk di dalam keadaan tertentu. Sebagaimana kita ketahui bahwa di dalam hukum pidana dikenal istilah asas LEGALITAS. Salah satu aspek yang ditegaskan dalam asas legalitas yakni bahwa tidak ada pidana lain kecuali yang ditentukan oleh Undang-Undang. Maka jelas tidak mungkin memidana Akil dengan aturan (baca: pasal) yang tidak sesuai dengan yang dilakukannya.

Perspektif Moral
Kendati secara hukum akil tidak dapat diancam pidana mati, namun dari perspektif moral, maka secara moralitas apa yang dilakukan oleh Akil Mochtar sudah sangat mencederai keadilan di dalam masyarakat khususnya masyarakat Indonesia. Di tengah kondisi ekonomi yang sulit, kesehatan dan pendidikan yang mahal, rakyat jauh dari kata “sejahtera”. Maka wajar jikalau rakyat mengatakan “hukum mati saja”.

Hukuman mati dirasakan sebagai hukuman yang adil, jika melihat akibat dari perbuatan yang telah dilakukan. Bahkan belum lagi jika melihat orang yang melakukan kejahatan ini, adalah aparat penegak hukum itu sendiri. Yang seharusnya diberi kepercayaan oleh rakyat untuk menegakkan hukum di bidang konstitusi, bukan malah merusak kepercayaan yang diberikan dan malah menyengsarakan rakyat.

Lalu dikaitkan lagi dengan narkoba yang ditemukan di dalam ruang kerjanya. Secara moral perbuatan seperti itu sungguh sangat tidak tepat sebagai seorang ketua lembaga negara.

Maka bila ditanyakan putusan apa (hukuman) apa yang adil untuk Akil? Secara moralitas : bisa dijawab pidana mati saja. Kendati memang sulit untuk menerapkannya pada saat ini, dikarenakan belum diatur dalam hukum positif (yang sedang berlaku) Negara kita.

Ada baiknya kedepan, belajar dari kasus ini, maka tidak berlebihan bila dalam revisi UUPTPK diakomodir aturan bahwa bila tindak pidana korupsi dilakukan oleh Ketua Lembaga Negara maka diancaman dengan pasal pidana mati saja, mungkinkah ?


Penulis : Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta


0 komentar:

Posting Komentar