Selasa, 22 Maret 2011

KORUPSI DAN KEKUASAAN



Oleh : Beniharmoni Harefa

Perilaku korupsi identik dengan kekuasaan. Mengapa demikian ? Berikut ulasan penulis :
Montesquieu dalam Le Esprit Des Lois yang diterjemahkan sebagai The Spirit of Law bahwa terhadap orang yang berkuasa ada tiga kecenderungan.



Pertama, kecenderungan untuk mempertahankan kekuasaan. Kedua, kecenderungan untuk memperbesar kekuasaan. Ketiga adalah kecenderungan untuk memanfaatkan kekuasaan. Dalam kaitannya dengan memanfaatkan kekuasaan ini sering terjadi abuse of power yang acapkali memperkaya diri sendiri atau memperkaya orang lain. Sejalan dengan ini Lord Acton juga pernah mengemukakan kekuasaan cenderung untuk korupsi " Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely ".

Menurut Robert Klitgaard, Korupsi dapat didefenisikan C = D + M – A, Corruption = Discretionary + Monopoly – Accountability
• Melawan hukum/melanggar hukum
• Menyalahgunakan kewenangan/ kesempatan/ sarana yang ada padanya karena
jabatan/ kedudukannya (abuse of power)
• Kerugian keuangan/kekayaan/perekonomian negara
• Memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi

Definisi korupsi menurut Transparancy International, "Perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidal legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka".

Dari berbagai data, naik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan beberapa lembaga lainnya, terlihat bahwa hampir 50 % lebih, kepala daerah yang pernah menjabat, tersandung kasus korupsi. Ini seolah menegaskan bahwa kekuasaan sangat erat dan berpotensi besar untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) sehingga menimbulkan korupsi. Kekuasaan dan perilaku korupsi seolah digambarkan sebagai suatu mata uang yang tidak dapat terpisahkan.

Dengan berkuasanya seseorang maka sangat berpotensi untuk memperoleh peluang dalam melakukan korupsi. Apakah itu "selalu", menurut penulis "tidak". Selama pemimpin yang berkuasa itu, tidak mencoba untuk melakukan dan bermain2 dengan kekuasaan.

Hal ini akan berpulang kepada siapa pemimpin dan bagaimana ia memimpin, sungguh disayangkan apabila seorang pemimpin mempunyai mental dan moral seorang koruptor. Kekuasaan yang diemban oleh seorang pemimpin harusnya dipandang sebagai suatu kepercayaan yang diberikan masyarakat yang memilihnya. Bukan kemudian dianggap sebagai suatu kesempatan untuk memperkaya diri sendiri atau kelompoknya. Sudah saatnya mainset dan cara pandang yang seperti ini diperbaiki, karena seberapa kuatnya pun penegakan hukum apabila moral seorang pemimpin buruk, maka akan terus mencari celah untuk dapat berperilaku korupsi.

0 komentar:

Posting Komentar